Sabtu, 17 November 2012

PAK HABIBIE REDESAIN PESAWAT N-250




Mantan Presiden BJ Habibie bertekad mewujudkan kembali mimpinya agar pesawat komersial tipe N-250, yang pernah terbang 17 tahun silam tapi kemudian kandas lantaran krisis ekonomi, bisa mengangkasa lagi. Saat berbicara di Bandung pada Jumat (10/8), dengan mata berbinar-binar Habibie menceritakan langkahnya mewujudkan impian itu. Dua perusahaan, yakni PT Eagle Cap (bukan Eagle Cabin seperti ditulis Media Indonesia, 11/8) milik mantan Dirut Bursa Efek Jakarta Eri Firmansyah dan PT il Thabie milik dua anak Habibie yakni Ilham dan Thareq, yang menyatu di bawah bendera PT Radio Aviation Industry (RAI), akan mendanai program N-250 itu.

Tetapi, kata Habibie, N-250 akan diredesain sesuai dengan selera pasar. "Saya yang punya gambarnya," kata Habibie. Menurut dia, desain dan mesin akan diperbarui. Semua ditanganinya. "Mereka (BPPT dan PT DI) tidak akan bisa membuat pesawat kalau tidak punya gambarnya," kata mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia (PT DI) itu. Habibie telah mematenkan seluruh rancangannya. Bapak Teknologi Indonesia itu akan berkontribusi pada sumber daya manusia dan rancang bangun pesawat. "Kalau urusan bisnis, biar anak-anak saya," tambahnya.

Habibie bertambah optimistis karena banyak mantan anak buahnya yang bekerja di industri pesawat terbang asing akan kembali ke Indonesia. "Mereka sudah menelpon eyang (panggilan akrab Habibie) menanyakan kapan bisa pulang dan bekerja," ujar Habibie tersenyum lebar. Pada kesempatan terpisah Eri Firmansyah mengatakan perjanjian kerja sama PT Eagle Cap dan PT il Thabie sudah ditandatangani sekitar seminggu yang lalu. Namun, Eri belum bisa memerinci kapan program pengadaan pesawat berbaling-baling itu dimulai. "Ini masih tahap awal. Sesudah (penandatanganan) masih akan dilakukan studi karena spesifikasinya berubah," katanya. Dengan digulirkannya kembali program pesawat N-250, Eri berharap bisa menggairahkan industri penerbangan baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu memproduksi pesawat sendiri.

Hanya Dua Sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan SDM Amerika, Eropa, serta negara maju lainnya. Habibie membuktikan itu. Menurut dia, di dunia ini baru dua orang yang mendapatkan medali emas Edward Bruner Award, penghargaan yang diberikan badan penerbangan sipil dunia bentukan PBB. Medali itu hanya diberikan setiap 50 tahun sekali. Habibie adalah orang kedua di dunia yang mendapat penghargaan itu untuk kategori ahli perancang keselamatan dan keamanan penerbangan sipil. Penghargaan diberikan pada 7 Desember 1994 di Montreal, Kanada, sembilan bulan menjelang peluncuran N-250. "Ini fakta sejarah bahwa kualitas SDM Indonesia sama dengan Eropa, Jepang, Amerika, dan China," tegasnya. Habibie mengatakan dia tidak akan melupakan jasa 'anak-anaknya' yang dulu bekerja di IPTN dan BPPT mewujudkan N-250 dan N-130 bermesin jet. Sampai sekarang Habibie masih memercayai SDM Indonesia. Dengan cara itu dia berharap ada regenerasi para ahli penerbangan. "Saya mengharapkan ITB, UI, UGM kembali digiatkan dalam riset-riset yang mendukung inovasi nasional," katanya lagi.

Sabtu, 10 November 2012

Obsesi dan Cita-Citaku

Selamat Siang, berjumpa kembali dengan saya. Mohon maaf karena selama ini saya belum meng-update blogger saya. Di siang ini saya akan menguraikan Obsesi dan Cita-cita saya
.
Mari kita mulai. . .

Saat ini saya masih bersekolah di SMP N 1 Maospati, tepatnya di kelas IX A. Saya bercita-cita lulus UN dengan hasil yang sangat memuaskan. Amin.. Saya ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, keinginan saya bersekolah di SMA N 1 MAOSPATI. Saya ingin di SMA N 1 MAOSPATI karena di sana ada ekstra kurikuler Aeromodelling dan di SMA N 1 MAOSPATI ialah sekolah favorit di sekitar kecamatan Maospati. Memang saya suka aeromodelling karena saya sangat mencintai dunia kedirgantaraan dan TNI-AU.

Saya di SMANTI ingin masuk di kelas 11 program Ilmu Alam (SMA IPA). Karena saya bercita-cita menjadi seorang Karbol Akademi Angkatan Udara. Saya pernah ke AAU di Yogjakarta. Kata bapak saya yang kebetulan seorang Tentara Langit (TNI-AU) menjadi Taruna Karbol tidaklah mudah, karena dari sekitar 400 calon yang mendaftar hanya diambil 100 orang saja. Waduh...! Gumam saya... saya harus dapat mengalahkan 400 calon pendaftar. Itu sangat sulit. . .

Saya setelah menjadi seorang Karbol AAU ingin melanjutkan ke penjurusan di bidang pilot. Saya ingin menjadi seorang pilot pesawat tempur yang handal... Saya ingin menjadi pilot pesawat tempur jenis Sukhoi Su-27/30 atau pesawat tempur jenis F-16 Fighting Falcon. Kalau itu sangat sulit, saya menargetkan menjadi seorang pilot team aerobatik Indonesia yaitu Jupiter Aerobatic Team yang menggunakan pesawat latih KT-1B Woongbee buatan Korea Selatan. Saya bangga ketika pesawat JAT melakukan manuver-manuver yang spektakuler, antara lain Jupiter Fly Pass, manuver Mirror, manuver Boom Burst, manuver Solo Dynamic, dan masih banyak lagi. Merupakan kebanggaan bagi saya jika menjadi pilot tim aerobatik JAT yang menjadi "The Ambassador in the Sky" Duta Bangsa di udara. .
Amin...

Selasa, 04 September 2012

Pengertian Internet dan Intranet



Internet :
Internet merupakan gabungan dari berbagai LAN dan WAN yang berada di seluruh jaringan komputer di dunia, sehingga terbentuk jaringan dengan skala yang lebih luas dan global. Jaringan internet biasanya menggunakan protokol TCP/IP dalam mengirimkan paket data. Internet berasal dari kata Interconnected Network yang berarti hubungan dari beragam jaringan komputer di dunia yang saling terintegrasi membentuk suatu komunikasi global.


Skema Internet


Intranet :

Intranet merupakan suatu jaringan komputer yang terdiri dari LAN maupun WAN, serta Internet untuk akses yang lebih global. Intranet dapat diartikan hanya memberikan layanan bagi sekelompok pengguna komputer yang terhubung dengan LAN maupun WAN untuk mengakses internet dalam lingkup lokal saja. Biasanya Intranet hanya melayani sebuah instansi dalam suatu wilayah jangkauan LAN/WAN tersebut.


Skema Intranet

Sejarah Internet
Internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita bisa melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dipindahkan, dan akhirnya semua standar yang mereka tentukan menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).
Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membuat sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.
Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu pada tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah, dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung, sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya.
Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk keperluan militer dan "ARPANET" baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet.

Bagaimana menghasilkan Pilot yang Hebat?



Kalau membicarakan pesawat fighter yang canggih tentu kita sudah sering mendengarnya. Tapi factor yang sering dilupakan adalah factor Man Behind The Gun, yang sejatinya tidak kalah penting pengaruhnya dibandingkan pesawat fighter itu sendiri. Hanya Negara yang ‘bodoh’ saja yang membeli pesawat canggih untuk AU mereka tetapi tidak mempersiapkan pilot-pilot yang akan menerbangkan pesawat canggih tersebut.

Lalu bagaimana cara menghasilkan pilot yang handal untuk menerbangkan suatu pesawat fighter canggih? Nah tentunya diperlukan latihan yang panjang dan intens supaya seorang pilot memiliki keahlian dan kualifikasi yang tinggi sehingga layak menerbangkan pesawat canggih. Nah untuk latihan ini, tentunya di perlukan pesawat –pesawat latih tempur yang berguna untuk mempersiapkan calon-calon pilot yang handal. Nah disinilah peranan pesawat latih tempur tersebut untuk mendukung pesawat fighter sungguhan dengan melatih pilotnya, sebelum pilot tersebut menerbangkan jet fighter sungguhan.

Phase latihan yang biasanya diterima oleh seorang calon pilot tempur adalah latihan mula yang biasanya menggunakan pesawat Latih Mula Basic Prop Trainer, seperti Malaysia yang menggunakan pesawat MD3-160 Aerotiga  untuk role ini. Indonesia sendiri juga mengoperasikan beberapa pesawat untuk role ini seperti AS-202 Bravo yang nantinya akan digantikan oleh Grobb G-120 TP. Setelah lulus pelatihan ini maka calon pilot Fighter diberikan level latihan yaitu Latih dasar. Malaysia di role ini menggunakan PC-7 MK/MK II . Indonesia mengoperasikan T-34 Charlie dan KT-1B Woongbee. Setelah lulus pelatihan ini, maka calon pilot fighter tersebut selanjutnya di berikan level latihan yang lebih tinggi yaitu Basic/Advanced Jet Training, dimana calon pilot tersebut akan dikenalkan dengan pesawat jet sehingga pilot akan siap jika nanti akan menerbangkan pesawat jet fighter. TUDM menggunakan pesawat  Aermacchi MB-339 AM/CM untuk role ini, sedangkan Indonesia selama ini menggunakan pesawat Hawk-53 untuk role ini. Namun pesawat ini nantinya akan digantikan dengan pesawat T-50 LIFT generasi terbaru dari Korea Selatan.

Setelah itu lulus tahapan ini, maka calon penerbang akan dilatih kembali dengan pesawat fighter berkursi ganda sebelum bisa terbang solo dengan pesawat fighter sungguhan. Misalnya calon pilot F-16, akan dilatih dengan pesawat F-16 B (trainer) sebelum bisa terbang solo dengan F-16 A.

Apa itu pesawat Lead In Fighter Trainer (LIFT)

Pesawat latih sendiri memiliki banyak kategori yang tergantung pada role pesawat latih itu sendiri. Diantaranya adalah Basic Prop Trainer, Advance Jet Trainer, Lead In Fighter Trainer dan selanjutnya adalah Jet Fighter sungguhan.

Pesawat kategori LIFT adalah pesawat latih tingkat lanjut yang diperuntukkan untuk melatih pilot-pilot dengan menggunakan pesawat yang dilengkapi dengan system avionic yang modern yang menyamai avionic jet fighter sungguhan yang berfungsi untuk mengefisienkan pelatihan sekenario pertempuran dari segi cost. Penggunaan pesawat LIFT ini akan menghasilkan calon penerbang yang handal dalam waktu yang lebih cepat dan dengan biaya yang lebih murah dibandingkan hanya menggunakan pesawat Advanced Jet Trainer saja.

Sebuah pesawat LIFT akan membantu calon pilot dalam hal simulasi situasi seperti serangan Air To Air, air To Ground, Interceptors, dan sejenisnya. Sehingga diharapkan calon pilot yang telah lulus menggunakan pesawat LIFT akan mudah dalam mengoperasikan pesawat fighter-fighter terbaru saat ini. Hal ini karena mereka sudah biasa menghadapi situasi tersebut, sehingga ketika menghadapi situasi yang sama dengan pesawat fighter sesungguhnya mereka tidak akan canggung lagi.

Pesawat LIFT ini sendiripun sebenarnya banyak jenisnya dan kategorinya. Seperti selayaknya pesawat jet fighter yang memiliki generasi (seperti Mig-21, F-5, Mig-23 yang digolongkan generasi 3, dan F-16, F-15, F-18, Su-30, Mig-29 termasuk generasi 4, F-22 dan F-35 termasuk generasi 5), maka pesawat LIFT sendiri juga memiliki kategori berdasarkan generasi ini. Namun saya tidak terlalu hapal generasi pesawat LIFT ini. Namun dari berbagai artikel luar negeri yang saya baca, generasi pesawat LIFT yang terbaru diantaranya adalah Aermacchi M-346 Master dari Italia, Yak-130 dari Rusia, Hongdu H-15 dari China dan T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan. Sedangkan pesawat LIFT geneasi sebelumnya yang saya ketahui diantaranya adalah Aermacchi MB-339 dari Italia, Aero L-39 Albatros, Hawk 50/60, IAR 99 dan lainnya. Dari segi teknologi, tentunya generasi ini masih kalah dengan generasi LIFT yang saya sebutkan sebelumnya.

Nah di ASEAN sendiri, saya mengetahui 3 negara yang akan atau sudah mengoperasikan pesawat LIFT ini. Ketiga Negara yang saya maksud adalah Singapura, Malaysia dan Indonesia sendiri. Negara ASEAN lain saya kurang tau dan saya memang lebih tertarik mempelajari ketiga Negara ini saja. Singapura tercatat sudah memesan pesawat LIFT generasi terbaru yaitu 12 Aermacchi M-346 Master dari Italia, sedangkan Malaysia sudah mengoperasikan pesawat LIFT generasi yang lebih lama yaitu 17 MB-339AM/CM dari Italia. Sepintas terlihat kedua Negara ini mengoperasikan pesawat LIFT dari pabrikan yang sama, tapi milik Singapura tentunya lebih canggih. Sedangkan Indonesia sendiri sudah memesan generasi LIFT terbaru yaitu 16 T-50 dari Korea selatan yang akan tiba awal 2013 nanti. Dari data ini, kelihatan bahwa pesawat LIFT yang akan digunakan Indonesia dan Singapura kedepan, lebih baik dibandingkan dengan pesawat LIFT yang dioperasikan di AU Malaysia.

Pengaruh T-50 LIFT terhadap Kemampuan Pilot TNI AU di masa datang

Sebelum kehadiran pesawat LIFT generasi terbaru ini di Indonesia, pola latihan yang dilakukan TNI AU kira-kira seperti gambar dibawah ini (ini versi saya ya, bisa saja saya salah) :


Latih Mula
  Latih Dasar
Latih Lanjut/LiFT
 Jet Fighter
(AS 202, Grobb G-120)
 (KT-1B, T-34C)
(Hawk Mk. 53, T-50)
(F-16, F-5, Hawk 209, Sukhoi Su-27/30)


Dari gambar itu dapat kita lihat bahwa seorang calon pilot akan menempuh pendidikan yang lebih lama pada pesawat Hawk-53 untuk mengenal pesawat jet dan setelah menguasai pesawat jet, akan diteruskan latihan menggunakan peswat figter versi latih (kursi ganda). Nah permasalahnya adalah disini. Masa transisi antara Hawk-53 dengan pesawa fighter latih ini akan memerlukan waktu yang panjang, karena keterbatasan teknologi hawk 53, calon pilot belum dibiasakan menghadapi simulasi tempur yang mirip dengan yang akan mungkin dihadapi pada pesawat fighter sesungguhnya. Hal ini berarti akan menambah waktu dan cost yang dikeluarkan untuk menghasilkan pilot yang tangguh.

Lalu bagaimana dengan Negara lain? Saya rasa juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia saat ini. Semisalnya Malaysia yang juga belum mengoperasikan pesawat LIFT generasi terbaru, pola latihannya saya kira juga tidak terlalu jauh berbeda. Perhatikan gambar di bawah ini :


Latih Mula
  Latih Dasar
Latih Lanjut/LiFT
 Jet Fighter
Aerotiga
Pilatus PC 7
 Hawk 108 MB-339
F/A-18, F-5, Hawk 208, Sukhoi Su-30MKM



Sama dengan kondisi TNI AU sekarang, TUDM  juga akan mengalami masa transisi antara MB-339 dengan Hawk-108 dan jet latih lainnya, yang lebih lama dibandingkan dengan (seandainya Malaysia punya) pesawat LIFT generasi terbaru.


T-50 Golden Eagle
Nah dengan kehadiran Aermachi M-346 di Singapura dan T-50 di Indonesia, tentunya akan merubah pola latihan untuk calon pilot di angkatan udara kedua Negara. Kedua pesawat yang bisa dikatakan adalah yang tercanggih di kelasnya sekarang ini akan berperan untuk menghasilkan pilot dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah dibandingkan pesawat generasi sebelumnya. Hal ini karena pesawat M-346 dan T-50 memang di rancang untuk menghasilkan pilot-pilot pesawat canggih seperti F-22, F-35, F-15, F-18, Thypoon, Rafale, F-16, dan lain-lain. Khusus untuk T-50 bahkan dijuluki sebagai ‘F-16 little’ karena kemiripan air framenya dan juga avionic yang dimilikinya. Hal ini akan membuat transisi antara calon pilot jet fighter akan mudah menyesuaikan diri karena sudah terbiasa dengan avionic tersebut.

Singapura sendiri juga memakai pola ini dalam menghasilkan pilot-pilot handal di AU mereka. Bedanya, mereka menggunakan pesawat Aermacchi M-346 Master sebagai pesawat LIFT mereka. Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa penggunaan pesawat LIFT generasi terbaru akan menghasilkan pilot-pilot yang siap menerbangkan berbagai jenis figter modern saat ini. Ini artinya penggunaan T-50 LIFT di AU Indonesia, akan mempersiapkan banyak penerbang-penerbang handal yang baru yang akan mendukung kedatangan pesawat-pesawat fighter baru di TNI AU.

Sabtu, 01 September 2012

Selamat datang Pesawat Super Tucano Moncong Hiu ...!




JAKARTA - Empat unit pesawat serang ringan bermesin turboprop EMB 314 / A-29 Super Tucano baru milik TNI AU, akhirnya tiba di Landasan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (01/09/2012).

Pesawat yang akan di tempatkan di Lanud Abdurahman Saleh, Malang Jawa Timur itu, dikemudikan oleh empat orang pilot dari pabrik Embraer Brazil, yang juga akan melatih pilot Indonesia, yakni Kapten Carlos Alberto, Kapten Almir Suman, Kapten Karlos Moreira, Kapten Marco Antonio, Kapten Airon, Kapten Eduardo Torres, Kapten William Souza dan Kapten Carlos Eduardo.

Dari pabriknya di Gaveao Pieixoto San Jose dos Campos, Brazil, pesawat tersebut menempuh 54 hari penerbangan untuk tiba di Indonesia, antara lain melewati Noronha Island, Brazil, Sal Island Cape Verde, Gran Canaria Island, Spanyol, Nador, Marko, Palermo, Italia, Athena, Yunani, Luxor, Mesir, Doha, Qatar, Muscat, Oman, Ahmedabad, India, Kalkuta, India, Rayong, Thailand, Meda dan Jakarta. Rencananya esok, Minggu (02/09/2012), pesawat tersebut akan diberangkatkan ke Malang.

Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau), Marsdya Dede Rusamsi kepada wartawan mengatakan pesawat tersebut memiliki kemampuan serang antigerilya, pendukung tugas udara jarak dekat, penghadang dan menghancurkan pesawat biasa.

Pesawat tersebut bermesin 1600 tenaga kuda dan mampu membawa senjata seberat 1550 kilogram. Kecepatan maksimalnya bisa mencapai 560 kilometer perjam dan dilengkapi dua senapan mesin. Pada sayap, pesawat mampu membawa bom, peluncur roket, rudal guding bom, rudal air to air, side winder, serta memilki alat jejak malam.

Moncong pesawat tersebut menurut Wakasau sengaja didesign bermoncong Hiu, untuk menghormati pendahulunya di Lanud Abdurahman Saleh, yakni pesawat perang dunia ke II, Mustang P-51

"Pesawat ini yang kita tunggu sejak lama," katanya.

Minggu, 26 Agustus 2012

DPR telah menyetujui pembelian rudal untuk F-16



Jakarta
- Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat mengakui rencana pembelian 18 rudal AGM-65K2 'Maverick All-up-round' sudah disetujui. "Sejak tahun lalu sudah direncanakan untuk melengkapi sistem persenjataan udara Indonesia," ujar Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR RI Tubagus Hasanudin kepada Tempo, Minggu, 26 Agustus 2012.
"Harus disetujui karena Indonesia tak memiliki sistem persenjataan yang lengkap untuk pesawat F-16," kata dia. Apalagi, Indonesia akan menerima 24 pesawat F-16 asal Amerika Serikat.
Namun, Hasanudin mengaku tak tahu dengan detail perkembangan rencana pembelian tersebut. "Saya belum tahu apakah rencana pembeliannya sudah disampaikan ke Pemerintah Amerika Serikat atau belum," ujar dia.
Sebagaimana dilansir laman brecorder.com, penjualan rudal senilai US$ 25 juta itu diusulkan Obama melalui nota kepada Kongres. Dalam nota yang dikirim Rabu, 22 Agustus itu, Indonesia disebutkan telah meminta 18 rudal »Maverick All-Up-Round” AGM-65K2, 36 rudal »captive air training”, dan tiga rudal latihan ‘maintanance’ beserta suku cadangnya, perlengkapan pengujian dan latihan personal. AGM-65 Maverick, yang diproduksi Raytheon Co, dirancang untuk menyerang target taktis dalam jarak jauh, termasuk baja, pertahanan udara, transportasi darat dan fasilitas penyimpanan (gudang).
»Penjualan senjata ini akan berkontribusi menjadikan Indonesia partner regional yang berharga dalam sebuah wilayah yang penting di dunia, » kata Biro Kerjasama Pertahanan dan Keamanan Pentagon dalam notanya kepada Kongres.
Selain menjual rudal, pemerintah Amerika Serikat juga menawarkan hibah tambahan 10 pesawat F-16. "Kami menerima kabar dari Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Heryanto bahwa pemerintah Amerika Serikat kembali menawarkan 10 pesawat F-16 miliknya pada tanggal 17 Agustus lalu," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro Kamis, 23 Agustus lalu.
Tapi, pemerintah RI belum memberikan jawaban atas tawaran hibah tersebut. "Masih akan didiskusikan dengan DPR karena hibah ini membutuhkan dana untuk upgrading pesawat," kata Menteri Purnomo.

dikutip dari tempo.co

Kamis, 16 Agustus 2012

KRI Harimau, Saksi Bisu Pertempuran Laut Aru



KRI Harimau, Saksi Bisu Pertempuran Laut Aru


Jakarta: Kapal perang Republik Indonesia (KRI) Harimau peninggalan bersejarah dari upaya perebutan wilayah Irian Barat dari tangan penjajah ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sekarang dikenal sebagai wilayah Papua, ada di Museum Purna Bhakti Pertiwi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur.

Satu-satunya kapal peninggalan sejarah konfrontasi militer Indonesia-Belanda pada 1961 ini berdiri kokoh di daratan Jakarta. Kapal perang jenis motor torpedo boat (MTB) dengan bobot 183,4 ton dengan kelas Jaguar atau terbuat dari besi baja ringan buatan Jerman Barat ini dibeli pemerintah Indonesia dan bergabung di armada Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada 1960. Kapal ini dimaksudkan untuk membantu menyelamatkan wilayah NKRI dari jajahan dan serbuan tentara Belanda.

"Sayangnya saat kapal ini dibeli dari Jerman Barat tidak dilengkapi dengan amunisi terpedonya, hanya tabungnya saja. Karena waktu itu dilarang sama negara Sekutu. Alhasil, kita perang di Laut Aru itu tidak menggunakan terpedo. Dan dalam peristiwa Aru-nya tidak untuk perang tapi digunakan untuk infiltrasi atau menyelundupkan tentara kita di daratan Irian Barat dan operasinya sendiri bersifat rahasia," kata Ridhani, penasihat Direktur Musium Purna Bhakti Pertiwi di TMII Jakarta Timur, Jumat (10/2).

Setelah pertempuran Aru tersebut, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Presiden Soekarno mengangkat Soeharto selaku Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Ia yang mengomando perebutan wilayah Irian Barat dari tangan Belanda ke NKRI itu juga memerintahkan KRI Harimau ikut dalam perang tersebut atau disebut Trikora (Tri Komando Rakyat).

"Karena Pak Harto ahli strategi, maka dalam waktu relatif singkat maka dibentuklah Komando Pasukan Mandala dan itu pasukan gabungan terbesar pada waktu itu," tuturnya.

Di sisi lain, Hary Supryatna selaku perwakilan TNI AL yang ditugaskan untuk mengawaki KRI Harimau di museum ini menjelaskan setelah kapal tersebut dipakai untuk berperang di Laut Aru, Irian Barat, kapal tersebut disimpan di Armada Timur Indonesia di Surabaya. "Lalu dibawa ke Jakarta melalui Tanjungpriok lalu dibawa ke museum ini," jelasnya.

Di eranya, KRI Harimau hanya bisa mengangkut prajurit yang jumlah awaknya itu hanya cukup menampung 39 orang termasuk sang komandan dengan mesin diesel Mercedes-Benz MB 51B yang berkekuatan 3000 tenaga kuda dengan kecepatan 42 knot dan daya jelajah 500 mil laut. Kapal perang yang berdimensi panjang 42,6 meter, lebar 7,1 meter, dan draft 2,5 meter tersebut, kini menjadi museum hidup, lantaran kini kapal tersebut telah menjadi bagian dari museum Purna Bhakti Pertiwi.

Kapal KRI Harimau ini juga telah dilengkapi diorama sejarah perjuangan pada masa lampau yang dihiasi foto-foto dan lukisan berbahan dasar fiber yang berlokasi di lambung kapal, yang dahulunya tempat tersebut dipakai sebagai Kamar Mesin. Tak hanya itu, Ruang Dapur, Ruang Sekoci dan Ruang Komunikasi yang dahulu dipakai untuk berperang juga bisa dilalui oleh para pengunjung. Namun hanya ruang mesin saja yang dirombak untuk dijadikan diorama sejarah kapal tersebut.

Diperkirakan Sekitar 200 pengunjung bisa masuk ke kapal bersejarah ini. "Waktu kapal ini masih berfungsi waktu itu juga panglima operasi Mandalanya itu Pak Soeharto, karena Pak Soeharto itu ikut mengkomandoi KRI ini dan karena KRI ini satu-satunya yang selamat maka kapal ini dimuseumkan dan Pak Soeharto juga telah mengizinkan," tambah Ridhani.

Sementara soal pengangkutan KRI Harimau dijelaskan seorang perwakilan dari TNI AL Ibrahim. Berawal dari Tanjungpriok yang diangkut dengan truk trailer dengan kapasitas kekuatan 80 ton. Mesin dan peralatan yang memberatkan itu diangkat untuk beberapa hari sehingga bobot kapal menjadi berkurang. "Karena kapal ini besar dan lebar maka diangkutnya dengan dua buah trailer dengan kepala traktor dalam kecepatan 10 hingga 20 km per jam sehingga datang ke museum ini selama dua hari tiga malam," paparnya.

Pada 22 Agustus 1993, KRI Harimau diserahkan oleh TNI AL kepada Yayasan Purna Bhakti Pertiwi untuk dijadikan monumen. Hal itu baru dapat dilaksanakan setelah kapal direnovasi pada beberapa bagiannya yang selesai pada Jumat ini. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Soeparno meresmikan kembali penggunaannya sebagai monumen bersejarah di Museum Purnabhakti Pertiwi TMII

Amerika kembali tawari hibah F-16




 Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, Amerika Serikat kembali menawari hibah pesawat tempur F-16 saat Sekjen Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto berkunjung ke negara itu pekan lalu.

"Mereka (AS) positif untuk menambah hibah lagi," kata Menhan kepada wartawan di Kantor Kemhan, Jakarta, Rabu.

Pengiriman 24 pesawat F-16 bekas pakai yang sebelumnya telah direncanakan akan dihibahkan ke Indonesia, hingga kini belum terealisasikan.

Purnomo mengatakan, tawaran dari pemerintah AS itu akan dibicarakan kembali. Jika disetujui, maka akan sangat berpengaruh pada peningkatan kekuatan dirgantara karena jumlah skadron tempur TNI Angkatan Udara bisa naik hingga tiga kali lipat dari yang ada sekarang.

"Hibah ini akan mempercepat pencapaian program kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) TNI," ujarnya.

Ia mengaku tidak khawatir akan kemungkinan terjadinya halangan dalam proses realisasinya karena dimungkinkan situasi politik di Amerika Serikat berubah, jika Presiden Barack Obama gagal terpilih pada pemilihan mendatang karena rencana hibah tersebut telah melalui persetujuan parlemen setempat.

Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Kemhan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto tidak menjelaskan secara rinci berapa jumlah pesawat yang akan dihibahkan kembali oleh Amerika itu, namun pesawat yang akan dihibahkan itu memiliki spesifikasi yang sama dengan 24 unit F-16 yang lebih dulu dihibahkan.

Pesawat F-16 itu akan di `up grade` kemampuannya menjadi setara pesawat tempur F-16 Blok 52. Dengan up grade tersebut, maka pesawat akan mampu terbang dalam kurun waktu sekitar 15-20 tahun lagi.

Diperkirakan hingga 2014 nanti ada sekitar 45 alutsista bergerak, termasuk pesawat tempur maupun angkut, yang tiba di Indonesia.

Terkait penambahan jumlah pesawat tempur dan pesawat angkut yang akan dimiliki oleh TNI Angkatan Udara, Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI JFP Sitompul mengatakan, TNI AU sudah melakukan rekruitmen penerbang setiap tahunnya sekitar 30 orang.

"Dengan rekruitmen yang berjalan tersebut, diprediksi penambahan puluhan pesawat akan tetap bisa diawaki," ujarnya.

Rabu, 15 Agustus 2012

Ada apa dengan F-16?




F-16 C/D, gambar di unduh melalui google
Tepatnya tanggal 2 Juni 1995, dua buah pesawat tempur F-16 milik Angkatan Udara Amerika Serikat yang tengah beroperasi di wilyah Bosnia yang diduduki oleh Pasukan Serbia. Tanpa diketahui ke dua pilot pesawat tempur tersebut, suatu jebakan tengah dipersiapkan pasukan Serbia, yakni sebuah baterai rudal anti udara SA-6. Pasukan Serbia menyalakan radar dan mematikan radar sistem pertahananya, agar sesedikit mungkin radiasi elektronik dari radar dapat diendus oleh F-16 yang mengudara. Begitu kedua F-16 tersebut berada tepat di atas baterai rudal anti udara tersebut, wusss !!!  Dua rudal berpemandu radar semi aktif 2K12 meluncur. Rudal pertama meledak di antara dua pesawat F-16 tersebut, namun rudal kedua menghajar salah satu F-16 tersebut, beruntung pilotnya selamat, dan berhasil diselamatkan pasukan Marinir Amerika serikat beberapa hari kemudian. Itulah sepenggal kisah insiden Mrkonjić Grad, suatu kisah tentang keberhasilan pasukan Serbia menjegal F-16, nah kini F-16 itu kembali harus melawan “jegalan-jegalan”, bahkan kini lawannya mungkin lebih tangguh, karena tidak seperti sistem anti udara SA-6, kini lawannya adalah salah satu Lembaga Tinggi Negara, yang sudah kita kenal dengan berbagai manuvernya yang serba ajaib, bahkan cenderung tidak dapat ditebak, yakni: DPR.
Kenapa sih harus F-16 ?
Jika kita baca  risalah rapat Raker Komisi I DPR RI dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI tanggal 27 Januari 2011, sebenranya ada beberapa hal yang membuat TNI manjatuhkan pilihan pada F-16 hibah, yakni:


1.  Sisa jam terbang (Flight Hour) F-16 Bekas Angkatan Udara Amerika Serikat  masih lama.
Pada halaman 68 Risalah Raker, KASAU menjelaskan bahwa sisa Flight Hour pesawat ini masih lama, yakni sekitar 4000 sampai 5000 jam terbang, dengan penggunaan rata-rata di indonesia yang pertahunnya adalah 200 jam terbang, maka F-16 tersebut masih dapat digunakan hingga 20 sampai 25 tahun mendatang. Selain itu apa bila sudah hampir habis, atau habis jam terbangnya, maka terdapat dua program yang dapat dilakukan, pertama adalah MLU (Mid Life Update) yakni memperbaiki dan meningkatkan kemampuan pesawat, sehingga dapat memperpanjang umur pakai pesawat, atau Over haul, yakni mengembalikan kondisi pesawat pada kondisi layak terbang.
2.  Dengan anggaran membeli 6 Unit F-16 Block 50 baru, kita mendapat 24 Unit F-16 bekas retrofit + mengupgrade F-16 yang telah dimiliki TNI AU.
Berdasarkan pernyataan KASAU pada halaman 69 Risalah Raker, disebutkan bahwa, dengan anggaran untuk membeli 6 unit F-16 Block 50, kita bisa mendapatkan 24 unit F-16 Block 32 retrofit yang kemampuannya setara dengan F-16 Block 50, dan juga meng- upgrade F-16 Block 15 OCU yang telah dimiliki TNI AU. Sehingga apabila di ambil opsi Pesawat F-16 bekas, maka dengan anggaran tersebut TNI AU akan mendapat 24 Unit F-16 block 32 (bekas angkatan Udara Amerika Serikat yang di retrofit) ditambah 10 Unit F-16 block 32 (milik TNI AU yang di up grade), sehingga total akan ada 34 Unit F-16 Block 32. Dengan jumlah tersebut tentu akan meningkatkan kemampuan TNI AU secara signifikan.
3.  Biaya Operasional F-16 Yang Ekonomis.
Menurut KASAU biaya Operasional F-16 adalah sekitar 70 Juta Rupiah perjamnya. Mahal ? Coba dibandingkan dengan Sukhoi 27/30 yang biaya operasionalnya mencapai 500 Juta Rupiah perjam (perkiraan kasar). Oleh karena itu untuk tulang punggung TNI AU, sebenarnya F-16 adalah pilihan terbaik, terlebih lagi apabila pesawat tersebut akan digunakan untuk operasi rutin, seperti patroli di wilayah yang disengketakan, atau patroli di wilayah terluar untuk menujukan kedaulatan negara, tentu biaya operasional rendah adalah aset yang sangat penting. Dengan demikian maka tugas seperti patroli rutin tentu akan lebih cocok dibebankan kepada F-16. Sementara untuk keperluan mencegat sasaran yang bergerak cepat (interceptor) atau menghancurkan satu sasaran dengan presisi (strike) tentu akan lebih cocok dibebankan kepada Sukhoi 27/30 milik TNI AU.
4.    Apabila Mengambil Opsi F-16 Block 50 Baru, Maka Akan Mempersulit TNI AU Untuk Merawatnya.
Ternyata menurut penjabaran KASAU dalam risalah raker, akan sangat sulit memelihara dua jenis F-16 yang berlainan. Karena F-16 Block 15 OCU milik TNI AU memiliki konfigurasi dan perawatan yang berbeda dengan F-16 Block 50. Dengan demikian untuk merawat kedua jenis pesawat tersebut mungkin TNI AU harus menyediakan 2 mesin yang berbeda, spare part yang berbeda, dan tata cara perawatan yang berbeda, sehingga dapat menimbulkan dampak yang negatif terhadap kemudahan perawatan.
Dengan adanya hal-hal tersebut, tentu sebenarnya adalah suatu hal yang masuk akal/logis apabila kita mengambil opsi F-16 bekas Angkatan Udara Amerika Serikat. Karena dengan dana yang sama dibandingkan membeli yang baru, kita bisa mendapatkan jumlah yang lebih banyak dengan kualitas yang setara. Namun hal yang logis ini sepertinya masih harus dipertentangkan melawan ribuan hadangan dan jegalan beserta ribuan alasan dari anggota DPR yang menurut saya kok sangat tidak logis.
Antara lain ada anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani. Pada berita inilah dot com tanggal 15 Februari 2011, yang bersangkutan menyatakan “Kami meminta dikaji dulu secara menyeluruh lebih untung terima hibah atau beli baru. Kalau sudah diputuskan terima hibah kami minta kajiannya seperti apa,”. Suatu hal yang sangat aneh sekali, karena berdasarkan risalah Raker, sebenarnya KASAU sudah mengungkapkan kajian mengenai alasan pemilihan F-16 bekas Angkatan Udara Amerika Serikat, baik dari segi efesiensi, teknologi, dan kesiapan TNI AU sendiri selaku pengguna, namun kok sepertinya ada kesalahan komunikasi oleh Pak Ahmad Muzani yang kembali meminta kajian ? Mungkin ada suatu hal yang menyebabkan Pak Ahmad tidak menyimak pernyataan KASAU, namun yang jelas kesalahan Komunikasi seperti ini harusnya tidak terjadi berulang-ulang.
Lalu ada lagi pernyataan Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan pada berita inilah dot com tertanggal 16 Februari 2011, yang menyatakan “Lifetime operasional pesawat F-16 AS tersebut diperkirakan sampai dengan 2020 atau sekitar 10 tahun. Padahal dokumen MEF (Minimum Essential Forces) Kemenhan merencanakan 2024 target postur kekuatan pokok minimal RI akan tercapai. Dengan demikian, rencana hibah F-16 dari AS kurang strategis dan pararel berdasarkan dokumen MEF,”. Pernyataan ini lagi membuat saya makin bingung, pasalnya Kasau sudah menjelaskan bahwa sisa pakai F-16 bekas Angkatan Udara Amerika Serikat masih bisa 20-25 tahun lagi, saya jadi bertanya-tanya dari mana sumbernya yang menyatakan sisa umur pesawat adalah 10 tahun lagi ? Sungguh suatu hal yang sangat mengherankan sekali. Selain itu pada  berita inilah dot Com tertanggal 17 Februari 2011, Pak Ramadhan Pohan menyatakan “Sebaiknya di-cancel-lah, karena kita beli, bukan produksi atau join production dengan Amerika. Sedangkan, ‎yang dengan Korsel kita sudah sepakati join production dan join investation,”. Nah lalu pertanyaannya selama KFX belum di produksi, bagaimana TNI AU akan dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal ? Bagaimana TNI AU mempertahankan kemahiran para pilot-pilotnya ? Apabila Kemenhan Disarankan untuk mempercepat proyek KFX, berapa banyak tambahan anggraran yang diberikan untuk mempersiapkan prduksi pesawat tersebut dengan cepat ? Berapa banyak suntikan dana oleh pemerintah yang diberikan kepada PT DI untuk segera membangun fasilitas baru pembuatan pesawat tempur ? kalau jawabannya belum ada, tentu meminta Kemenhan untuk segera mempercepat produksi KFX adalah hal yang sangat tidak masuk akal.
Sebagai penutup ada satu hal yang menurut saya merupakan alasan penting mengapa kita harus mengambil opsi F-16 bekas, yakni untuk alasan asuransi. Begini, proyek joint venture pembuatan pesawat tempur baru tidak selamanya berjalan mulus. Ambil contoh proyek joint venture JSF F-35. Proyek ini  merupakan proyek keroyokan antara negara-negara yang menguasai teknologi dan ekonomi yang luar biasa kuat, namun hasilnya ? Hingga kini masih terdapat berbagai kelemahan pada F-35 yang menyebabkan pesawat ini belum memasuki dinas operasional, biaya per unit yang semakin membengkak, hingga terjadi sengketa diantara peserta proyek. Maka tidak heran bahkan AS pun akan memperpanjang masa pakai F-16, hingga F-35 masuk dinas operasional. Paling kasihan adalah Inggris, selain tidak mendapat kode untuk software pada pesawat tempur tersebut, Inggris sudah keburu mempensiunkan seluruh Harrier yang seharusnya digantikan F-35 tersebut, alhasil kini kapal induk milik Inggris tidak memiliki pesawat rempur lagi. Suatu hal yang sangat ironis apabila mengingat Inggris sebelumnya adalah raja lautan. Nah apaila kita belajar dari kasus tersebut maka F-16 tersebut dapat kita gunakan sebagai asurasi, apabila program KFX bermasalah, jangan sampai kita mengalami kevakuman pesawat tempur sebagaimana yang dialami oleh Inggris. Apabila program KFX mengalami kemunduran waktu produksi, masih ada yang bisa mengawal Wilayah Udara Tanah Air Ini.

diolah dari berbagai sumber

Selasa, 14 Agustus 2012

Hibah Pesawat Tempur F-5 Tiger dari Korsel dan Taiwan




Semula pernah diberitakan bahwa sebagai bonus pembelian 16 T-50 Golden Eagle maka Korea Selatan akan menghibahkan 16 pesawat latih lanjut Hawk Mk-67, namun akhirnya tipe pesawat beralih menjadi F-5 Tiger (photo : Scramble)
Kementrian Pertahanan dalam upaya percepatan pemenuhan MEF TNI telah merencanakan untuk menambah puluhan pesawat tempur baru hingga akhir tahun 2014. Termasuk diantaranya adalah hibah 16 pesawat tempur F-5 (1 skadron) bekas pakai dari Angkatan Udara Korea Selatan.

Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam keterangannya menjelaskan mengenai rencana Kementrian Pertahanan untuk melengkapi alutsista yang diperlukan oleh TNI Angkatan Udara khusunya jenis pesawat tempur pada Lokakarya 50 Tahun Kohanudnas bulan lalu di Jakarta.

“Kita akan push pada akhir tahun 2014 nanti kita akan ada tambahan paling sedikit 78 pesawat tempur : 6 Sukhoi, 24 F-16, kemudian T-50 satu skadron, dan karena kita mendapatkan T-50 1 skadron maka kita akan mendapatkan hibah juga dari Korea - memang akan ada tambahan lagi 1 skadron F-5 Tiger dari Korea karena kita membeli T-50 - dan tambah lagi 16 pesawat atau 1 skadron Super Tucano” kata Menhan.

Menhan Purnomo Yusgiantoro melanjutkan “Jadi kalo dihitung-hitung kita punya 3 skadron penuh light fighters, untuk counter insurgency adalah Super Tucano, kemudian 2 lagi adalah 1 F-5 Tiger dan 1 T-50. Kemudian tambahan 6 Sukhoi dan 24 F-16 yang kita akan upgrade jadi setara block 52.”

Mengenai rencana upgrade 24 pesawat F-16 hibah dari AS Menhan menambahkan “Saya katakan setara blok 52 karena ini permintaan dari DPR, kita tadinya akan upgrade/Falcon Star setara blok 32 tapi kemudian kita memenuhi permintaannya jadi setara blok 52”.

“Jadi kalau ditotal at the end of 2014 kita akan mempunyai tambahan 78 pesawat tempur baru” tambah Purnomo sambil menutup penjelasannya

Jumat, 03 Agustus 2012

SKADRON TEKNIK 042 (SKATEK 042)



Tugas Pokok Skatek 042
Skadron Teknik adalah pelaksana pemeliharaan pesawat terbang yang berkedudukan langsung dibawah Komandan Pangkalan udara. Skatek 042 mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembinaan pemeliharaan alut sista serta komponen-komponennya.

Sejarah
Kedatangan pesawat-pesawat pancar gas pada tahun 1958 mendorong dibentuknya kesatuan Pancar Gas (KPG). Agar pesawat-pesawat ini tetap dalam kondisi yang siap dioperasikan, KPG didukung oleh Bagian Teknik Pemeliharaan yang terdiri dari bagian pemeliharaan luar yang berkedudukan di Kemayoran, Jakarta dan bagi yang pemeliharaan dalam berkedudukan di Husein Sastranegara, Bandung.

Dengan semakin tingginya standar perawatan pesawat-pesawat tersebut membuat kedua bagian pemeliharaan tersebut dipisahkan. Pada tahun 1960, bagi yang pemeliharaan dalam diubah menjadi Skadron Teknik (Skatek) dan salah satunya adalah Skatek 3 yang bertugas melakukan perawatan terhadap pesawat MIG-15/17 dan berkedudukuan di Husein Sastranegara, Bandung.

Pada tahun 1961, Skatek 3 dipindahkan ke Pangkalan Udara Iswahjudi dan menempati hanggar TU yang kemudian ditempati oleh Satuan Buru Sergap (Satsergap) T-33 dan kemudian oleh Skadron Udara 11/A-4 Sky Hawk. Dari hanggar TU, Skatek 4 kemudian dipindahkan lagi ke lokasi yang saat ini merupakan posisi terakhir Skatek 042 dan saat itu bersebelahan dengan Depot Teknik 031 (DT 031). Dengan pindahnya DT 031 ke Abd. Saleh, Malang pada tahun 1964, maka secara otomatis seluruh hanggar digunakan oleh Skatek 3.

Perubahan organisasi TNI AU dengan adanya pembentukan Komando Pertahanan Udara (Kohanud) dan Wing Operasi 300 berimbas pada perubahan nama Skatek 3 menjadi Skatek 5 dan kemudian dirubah lagi menjadi Skatek 305 yang berdudukan di pangkalan utama (Lanuma) Iswahjudi, sedangkan nama Skatek 3 diperuntukan Skatek pesawat TU-16.

Sekali lagi TNI AU melakukan perubahan organisasi dengan membentuk Komando Logistik (Kolog) pada tahun 1966 dan membuat Skatek 305 ditarik kedalam pembinaan Kolog tersebut. Setelah melalui masa peralihan antara tahun 1966 - 1967, maka pada tanggal 1 Maret 1967 Skatek 305 secara resmi dinamakan dengan Skatek 042. Pada tahun 1970, Skatek 042 ditempatkan didalam lingkup Kohanud dan setelah adanya peleburan Kohanud menjadi Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) pada tahun 1973, posisi Skatek 042 sesuai dengan keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor : Skep/42/VIII/1973 tanggal 21 Agustus 1973 secara resmi berada dibawah naungan Kohanudnas. Seiring dengan reorganisasi di tubuh TNI AU, saat ini Skatek 042 berada dibawah lanud Iswahjudi.

Berdasarkan Keputusan Kasau nomor : Kep/26/III/1985 tanggal 11 Maret 1985 tentang "Pokok-pokok Organisasi dan prosedur Skadron Teknik (Skatek)", Skadron Teknik adalah pelaksana pemeliharaan pesawat terbang yang berkedudukan langsung dibawah Komandan Pangkalan udara. Skatek 042 mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pembinaan pemeliharaan alut sista serta komponen-komponennya.

Komandan
Letkol (Tek) Eri Suryanto

Prestasi
Falcon-Up pesawat F-16 Fighting Falcon
Menghidupkan Hawk MK-53 "Un serviceable"

Sabtu, 07 Juli 2012

Sukhoi, Pesawat Tempur Tercanggih di Kelasnya





JAKARTA-(IDB) : Mantan Panglima TNI, Endriartono Sutarto, menilai pesawat Sukhoi adalah pesawat burung besi tempur tercanggih di kelasnya. Namun, sebagai pesawat komersil, Endriartono menilai Sukhoi belum teruji.

"Sukhoi itu salah satu pesawat tempur tercanggih di dunia dan di kelasnya. Saya termasuk Panglima yang berinisiatif membeli Sukhoi. Pada 2003, beli 4 Sukhoi," kata Endriartono di Jakarta, Jumat 18 Mei 2012 malam.

Menurutnya, Sukhoi memang direkomendasikan sebagai pesawat tempur terbaik. "Dan terbukti sampai hari ini kita tidak punya permasalahan sama sekali dengan Sukhoi untuk jenis pesawat tempur," ujarnya.

Kemampuan T-50 PAK FA Rusia Jauh Mengungguli F-22 Raptor




MOSCOW-(IDB) : Jumlah pesawat tempur generasi ke-lima Sukhoi T-50 PAK-FA akan ditambah menjadi 14 unit dari sekarang cuma tiga. Rusia memutuskan menambah jumlah pesawat tempur berteknologi paling canggih di dunia itu untuk uji terbang mendalam.

Panglima Angkatan Udara Rusia, Alexander Zelin, Senin, menurut RIA Novosti, mengatakan, "Sudah terdapat tiga pesawat tempur yang turut dalam uji terbang, tiga lainnya diperkirakan diuji coba dalam waktu dekat. Seluruh jumlah pesawat untuk uji terbang sebanyak 14 unit."

Sukhoi T-50 dikembangkan dalam program PAK FA atau Perspektivny Aviatsionny Kompleks Frontovoy Aviatsii (Prospective Airborne Complex of Frontline Aviation) di biro rancang pesawat terbang Sukhoi.

T-50 PAK FA tampil pertama kali kepada masyarakat saat Pameran Kedirgantaraan MAKS-2011 dekat Moskow pada 17 Agustus 2011.

Petempur yang dikembangkan bersama mitra dari India --Hindustan Aeronautics Limited (HAL)-- tersebut melakukan terbang perdananya di Rusia wilayah timur pada awal 2010.

Zelin juga mengatakan T-50 milik Rusia melampaui kemampuan pesawat asal Amerika Serikat dan China. Mampu terbang dalam kecepatan 2,2 kecepatan suara dalam mode stealth adalah kemampuan dasar bagi T-50 PAK FA itu.

Untuk pertempuran jarak dekat, manuver Pugachev atau Cobra seperti yang bisa dilakukan Su-27 atau Su-30 Flanker, sangat mudah dilakukan T-50 PAK FA yang sudah menerapkan sistem navigasi dan manajemen tempur melalui fasilitas helm dan visi di mata pilot.

"Setelah menganalisa perbandingan sifat pesawat dengan asal China kami menyimpulkan T-50 PAK FA melampaui kemampuan pesawat F-22 Raptor milik AS dan pesawat siluman J-20 tersebut dalam hal kecepatan maksimum, jarak terbang, berat maksimal saat lepas landas, dan nilai daya angkut maksimal," tambah Zelin.

Rusia telah mengembangkan petempur generasi kelimanya sejak 1990-an. Sejumlah pejabat tinggi militer Rusia menyebutkan jet tempur siluman itu --jarak terbang hingga 5.500 kilometer pada versi standar tanpa tangki cadangan-- bisa memasuki masa bakti di AU Rusia pada 2015.

Menurut data RIA Novosti, Sukhoi T-50 PAK FA menggunakan mesin ganda Saturn 117S (AL-41F1A) TRDDF turbo jet menggunakan afterburners dengan durasi terbang maksimal selama tiga jam.

Arsenal pesawat tersebut diantaranya telah memodifikasi kanon GSH-301 dengan peluru berdiameter 30 milimeter dengan menambah jumlah putaran letupan dan tenaga dorong.

Selain itu T-50 memiliki 10 cantelan senjata untuk roket dan bom serta bisa di sesuaikan dengan cantelan roket tambahan sehingga kawasan target bisa lebih ditingkatkan.

"Pengoperasian T-50 akan lebih murah 100 juta dolar AS atau 2,5 kali lebih murah dari pengoperasian F-22 Raptor buatan Lockheed Martin dan Boeing," demikian dikutip RIA Novosti.

Rabu, 04 Juli 2012

F-16 FIGHTING FALCON TNI AU



F-16 FIGHTING FALCON TNI AU

Tanggal 12 Desember 1989, roda-roda jet tempur F-16 TNI AU mendarat untuk pertama kalinya di bumi Indonesia. Sejak saat itu kiprahnya sebagai pengawal ruang udara nasional dipertaruhkan.
Program pengadaan F-16 di Indonesia berada dibawah Proyek Bima Sena. Indonesia akuisisi 12 F-16A/B Block 15 OCU Standard dengan harga per pesawat 32 juta dollar AS. Sebagai persiapan, TNI AU mengirim empat penerbang ke Luke AFB guna menjalani program latihan terbang. Mereka terdiri dari Letkol Pnb Wartoyo, Mayor Pnb Basri Sidehabi, Mayor Pnb Rodi Suprasodjo dan Mayor Pnb Eris Heryanto. Keempat perwira mengikuti pendidikan selama enam bulan. Setelah 17 tahun, tercatat 41 penerbang telah memperoleh call sign Dragon, kombatan pilot F-16. Dari 41 pilot, 2 dantaranya telah mencapai 2.000 jam sedang 8 pilot telah menembus angka 1.000 jam satu prestasi bagi pilot TNI AU selama 17 tahun mengoperasikan pesawat F-16 Block-15 OCU (Operational Capability Upgrade).

Tipe       Nomor      Seri   Kedatangan           Keterangan
F-16B   TS-1601       5      Desember 1989           -
F-16B   TS-1602      5       Desember 1989           -
F-16B   TS-1603      5       Mei 1990                     -
F-16B   TS-1604      5       Mei 1990              Spin dan jatuh di Tulungagung 15 Juni 1992, penerbang eject dan selamat
F-16A  TS-1605      5       Desember 1989           -
F-16A  TS-1606      2       Januari 1990                -
F-16A  TS-1607     5        Mei 1990                 Jatuh di ujung runway 24 Lanud Halim 10 Maret 1997, penerbang gugur
F-16A  TS-1608      3       Mei 1990                         -
F-16A  TS-1609    18      September 1990           -
F-16A TS-1610     18      September 1990           -
F-16A TS-1611     18       September 1990          -
F-16A TS-1612    18        September 1990          -
Long Road to Home
Tidak habis pikir kalau saya harus ikut ferry pesawat ini ke Iswahjudi, mengingat waktu keberangkatan dari Indonesia ke Amerika memakan waktu lama. Perjalanan dengan airline sungguh menyenangkan dan dilayani oleh pramugari yang ramah.
Bandingkan dengan perjalanan pulang di dalam kokpit pesawat yang sempit, terikat di kursi lontar sepanjang perjalanan, memelototi instrumen pesawat, setiap kali harus menyocokkan rute dan kalkulasi bahan bakar untuk diisi di udara. Bila pengisian bahan bakar gagal karena berbagai sebab, harus memutuskan terbang ke alternated agar selamat atau terpaksa kampul-kampul di Samudera Pasifik sampai pertolongan datang.
Tidak, aku harus tetap ikut. Selain kebanggaan juga akan menambah pengalaman membawa sendiri pesawat baru ke Tanah Air. Pesawat yang aku pelajari bersama tiga rekan ini harus sampai di negeriku dengan aman.
Tanpa ragu, tuas tenaga kudorong penuh sambil kulirik instrumen mesin. Setelah semua oke, kudorong lagi tuas agar tenaga masuk dalam after burner range. Tersentak aku dibuatnya. Mau tahu fuel consumption saat itu, 20.000 lbs/jam. Berarti pesawat akan melahap 20.000 lbs bahan bakar, setara dengan 10 ton/jam. Aku berpikir sesaat. Andai kata bahan bakar ini aku pakai untuk mobil bututku di Madiun, tentu dapat dipakai selama satu setengah tahun atau pulang ke Solo dari Madiun sebanyak 500 kali. Gila pikirku!
Kegilaan itu bukan seberapa bila dilihat rencana penerbangan dari Forth Word AFB, Dallas ke Lanud Iswahjudi. Jarak sejauh itu akan ditempuh dalam tiga etape. Sangat sulit karena aku belum pernah melakukannya.
Etape pertama dari Fort Word menuju Hickam AFB di Hawai selama delapan jam terbang. Aku rasa etape perama ini masih aman. Kami terbang di atas daratan yang penuh sarana navigasi. Aku pikir pertolongan pasti cepat datang andaikata terjadi sesuatu, apalagi pesawat masih pakai registrasi USAF.
“You are a rich pilot, Rodi.” Terdengan dari intercom pilot AU AS yang ikut ferry bercerita bahwa untuk kegiatan ini mereka mendapat ratusan ribu dollar. Cerita yang hanya aku telan saja, mereka tidak tahu bahwa untuk tugas yang berbahaya ini aku cuma mendapat Rp 500.000 saja sebagai uang lelah.
Pada jam ke dua setelah bertolak, pengisian bahan bakar dimulai dari pesawat KC-135 sebanyak enam kali. Setiap kali diisi 1.500 hingga 3.300 lbs. Pokoknya sisa bahan bakar di pesawat harus dapat mencapai alternate base. Mendarat di Hawai sudah cukup sore. Kami beristirahat selama tiga malam sebelum melanjutkan penerbangan jauh ke Guam. Di Hawai aku sempat menghadiri upacara penyerangan Jepang atas Pearl Harbour yang terjadi 7 Desember 1941. Anehnya dalam acara ini banyak turis Jepang hadir, mungkin mereka terlibat dalam penyerangan ini.
Etape kedua merupakan yang terberat dilihat dari jarak dan medan. Kami akan terbang sembilan jam, tujuh kali pengisian bahan bakar dan tanpa melewati secuil pun daratan. Alternated-nya adalah Pulau Midway, nama yang hanya kukenal dalam sejarah Perang Pasifik.

Kelengkapan emergency over sea meskipun tidak terlihat, aku yakin bahwa satu dingy one man, survival kit berisi desert or sea or jungle food cukup untuk satu minggu. Termasuk alat komunikasi pada frekwensi 121,5 Mz dan 243 Mz serta berbagai kelengkapan yang terbungkus dalam water proof pack. Aku akan terbang pada kecepatan 480 knots dan ketinggian 25.000 kaki untuk menyamakan dengan KC-10 sebagai pesawat tanker yang selalu menyertai.
Setelah istirahat di Guam dua malam, etape terakhir menuju Lanud Iswahjudi dapat dikatakan etape tersenang. Senang karena mau pulang, senang karena sebagian lewat daratan dan senang karena aku duduk di kursi depan, pilot in command.
“Falcon Flight, steady,” suara di heat set yang membawa ketenangan hati. Kata-kata itu bermakna aku harus tetap terbang untuk mendapat tambahan bahan bakar terakhir sebanyak 2.000 lbs tepat di atas Balikpapan. Pelaksanaan refueling untuk pesawat F-16 memakai refueller boom, agak beda dengan sistem A-4 Skyhawk yang memakai probe and drogue. Selama ferry pesawat memperlukan bahan bakar sekitar 3.000 lbs/jam pada kecepatan Mach 0.85. Lain halnya waktu memakai after burner, bahan bakar akan melonjak menjadi 20.000 lbs/jam.
“Selamat datang pak, sampai Madiun cuaca baik kok,” tersentak aku mendengarkan dari suara controller sewaktu masuk ruang udara Indonesia. Bahasa yang sangat kukenal meskipun tidak dalam format calling procedure. Sungguh membuat hati tenteram.
Sapaan tersebut bermakna aku sudah terbang di atas wilayah kedaulatan Indonesia yang kelak harus aku jaga. Sejujurnya aku ingin cepat sampai di Madiun dan mendarat dengan aman untuk kemudian menemui keluarga. Ternyata pesawat harus pass beberapa kali di atas landasan supaya para penggede dan tamu bisa melihat pesawat F-16 Fighting Falcon yang baru datang dari Paman Sam itu.
Kemampuan tangguh
Sejujurnya pesawat F-16 ditempel ketat oleh Mirage 2000 sebelum dipilih TNI AU. Kemampuan lebih dan pengalaman tempur yang dimiliki F-16, menjadi dasar pemilihan. Sebut saja kemampuan tinggal landas dan mendarat pada landasan pendek, pernah dicoba dengan selamat dan aman. Saat itu satu flight F-16 mendarat di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta dan Lanud Abdul Rahman Saleh, Malang dalam latihan rutin tahun 2001.
Dengan ditenagai mesin Pratt & Whitney F100-PW.229 berdaya 24.000 lbs, pesawat ini mampu melesat pada kecepatan 2.173 km/jam (Mach 2). Selain itu, F-16 mampu menanjak dan berbelok sangat tajam pada rate of turn 19 derajat/detik dengan beban 9G serta mendarat dengan landing roll hanya sejauh 600 m pada kecepatan 155 knot. F-16 milik TNI AU secara khusus dilengkapi drag chute. Sungguh pesawat tempur sangat andal, dengan side control berbasis fly by wire.
Untuk kelanjutan pengabdiannya, TNI AU telah mendadani F-16 dengan program yang disebut Falcon Up. Intinya agar bisa lebih lama lagi dioperasikan, minimal tambah 10 tahun. Program yang dapat diselesaikan selama dua tahun untuk sepuluh pesawat ini, menjadi prestasi tersendiri
tatkala pelaksananya Skatek 042 Lanud Iswahjudi. Dengan enam tenaga asing yang bertindak sebagai supervisi, proyek selesai tepat waktu. Untuk test pilot ditangani penerbang kita. Biasanya program Falcon Up dipercayakan kepada Lockheed Martin. Namun dengan kemandirian yang prima, ternyata aturan itu tidak berlaku di Indonesia.
Upaya mempercantik pesawat juga pernah dilakukan. Utamanya mengubah warna dari Triple Spot Grey (1989) menjadi Falcon Colors (1996). Era milennium diubah lagi menjadi Millennium Color Scheme (2000), termasuk menambah pernik nose number dan tail flash.
Tidak selamanya pengabdian itu berjalan mulus. Selama 17 tahun itu juga ada pengorbanan. Dua pesawat telah jatuh sewaktu latihan rutin. Pertama di Tulungagung dan kedua di Halim. Kejadian terakhir menewaskan Kapten Pnb Dwi Sasongko.






Sejumlah insiden minor juga mewarnai perjalanan pesawat seharga 32 juta dollar AS. Mengacu jenisnya (jet tempur), mestinya F-16 masuk Skadron Udara 16 (baru). Aturan dalam sistem penomoran skadron di TNI AU, kavling angka 11 hingga 19 diberikan kepada jet tempur (kecuali angka keramat 17 untuk Skadron VIP). Faktor sejarah dan kebanggaan memaksa F-16 dijadikan Skadron Udara 3 dengan menggeser OV-10 menjadi flight OV-10 sebelum menjadi Skadron Udara 1. Di Skadron Udara 1 pun, OV-10 tidak bertahan lama sebelum terpaksa menjadi Unit OV-10. Baru nanti tahun 2002, OV-10 menetap di Skadron Udara 21 sesuai kavling peruntukannya sebagai pembom. Skadron ini dulu dihuni pembom taktis Ilyusin 28.
Memang F-16 diperlakukan sangat istimewa. Selain menghuni Skadron Udara 3, kehadirannya juga menggeser hangar yang dihuni A-4 Skyhawk. Sebelum kedatangan sang Falcon, Skyhawk asal Skadron Udara 11 terpaksa hengkang ke Makassar dalam operasi Boyong-2 (1988). Operasi Boyong-1 adalah pemindahan Skadron Udara 12 (A-4) ke Pekanbaru tahun 1984.
Roda memang terus berputar. Tidak selamanya sesuatu berada di atas begitu pula sebaliknya. Akhir 1990-an embargo militer melanda Indonesia. Kesiapan pesawat kian menurun akibat dukungan logistiknya yang terhenti tiba-tiba. Ironisnya, tuntutan tugas terhadap F-16 yang bersarang di Skadron Udara 3, Lanud Iswahjudi malah meningkat. Meskipun dengan tertatih-tatih, tugas negara yang mulia tetap dipikul dengan penuh kebanggaan.
Terbukti pada Juni 2000, di atas Pulau Gundul, Kepulauan Karimunjawa, untuk pertama kalinya F-16 Indonesia berhasil menembakkan dua rudal udara ke darat AGM-65 Maverick tepat mengenai sasaran. Peristiwa ini menjawab keraguan sebagian masyarakat Indonesia terhadap kemampuan dan persenjataan TNI AU saat itu. Jawaban berikutnya dipertegas dengan berhasilnya penembakkan rudal udara ke udara AIM-9P4 Sidewinder di atas training area Lanud Iswahjudi, Oktober 2006.

Intersep pesawat asing

Dalam melaksanakan Operasi Pertahanan Udara Indonesia, F-16 selalu hadir untuk mencegah campur tangan pihak asing yang menggunakan wahana udara Indonesia. Identifikasi pesawat tempur asing di atas Pulau Bawean, bukti bahwa Indonesia negara berdaulat yang tidak bisa diperlakukan seenaknya. Tidak hanya berhenti di situ, F-16 juga sering terdadak untuk mencegat pesawat asing yang “melenceng” keluar jalur dan mendekati wilayah kedaulatan Indonesia. Baik disengaja atau tidak, pesawat asing apapun yang melanggar wilayah kedaulatan udara Indonesia telah menjadi tugas F-16 untuk menyergap dan mengusirnya. Masih beberapa kasus pencegatan lagi dilakukan F-16. Karena bukan konsumsi publik, peristiwa ini hanya terekam dalam dokumentasi skadron dengan klasifikasi rahasia.
Krisis perbatasan pun tidak lepas dari peran F-16. Operasi Penghadiran di Blok Ambalat menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius mempertahankan setiap jengkal wilayah dan kedaulatannya.
Di pengujung 2006 lalu, tidak terasa F-16 telah cukup lama menjaga ruang udara Indonesia. Rentang waktu 17 tahun bukan hitungan masa yang singkat, tetapi cukup menjadi bukti loyalitasnya kepada negara. Peran-peran yang telah dilakukan F-16 menjadi cerita tersendiri tidak hanya bagi para pilot yang pernah mengawakinya, tapi juga masyarakat Indonesia secara keseluruhan

Jet Tempur Sukhoi Bisa Didatangkan Desember Ini



Sukhoi Su-30 MK2
Rusia dua minggu yang lalu secara resmi telah menolak permohonan Indonesia agar skema pembayaran pembelian 6 Sukhoi ini menggunakan fasilitas state credit, dengan penolakan ini maka Indonesia harus mencari kredit komersial untuk pembiayaannya. (photo : TNI AU)

Pengiriman dua dari enam unit Su-30 Mk2 itu bisa dilakukan bila kontrak pembelian tersebut bisa segera disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia.

Perwakilan JSC Rosoboronexport atau pengekspor alat militer dari Rusia yang ada di Indonesia mengutarakan mereka siap melakukan pengiriman jet tempur Sukhoi Su-30 Mk2 ke Indonesia, Desember nanti.

Pengiriman dua dari enam unit Su-30 Mk2 itu bisa dilakukan bila kontrak pembelian tersebut bisa segera disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia.

“Bila kontrak itu disetujui dan bisa langsung berlaku bulan Mei ini, maka kami bisa mengirim dua pesawat pertama pada bulan Desember sesuai jadwal yang ada di kontrak,” kata Kepala Perwakilan Rosoboronexport di Indonesia, Vadim Varaksin.

Hal tersebut diutarakan Varaksin usai penandatangan kontrak pembelian 37 tank amfibi buatan Rusia, BMP-3F Seri 2, di Kementerian Pertahanan, hari ini.

Varaksin mengatakan, pihak Rusia telah melakukan semua prosedur internal yang tertuang dalam kontrak pengadaan pesawat jet tempur Sukhoi Su-30 Mk2 pesanan Indonesia. Kontrak tersebut ditandatangani oleh perwakilan kedua negara pada Desember 2011.

Kontrak senilai 470 juta dollar Amerika tersebut tinggal menunggu persetujuan DPR sehingga bisa segera mulai berlaku bulan ini.

Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan, Mayjen TNI Ediwan Prabowo, yang mewakili pemerintah Indonesia dalam penandatanganan kontrak pembelian tank amfibi, mengatakan bahwa pembelian pesawat tempur jet Sukhoi tetap menggunakan fasilitas kredit komersial.

Ediwan menambahkan bahwa penggunaan fasilitas kredit komersial untuk pembelian Sukhoi tetap digunakan karena perjanjian antara pemerintah kedua negara tidak menyatakan bahwa pembelian jet tempur Sukhoi didukung oleh kredit negara atau state credit pemerintah  Rusia.

“Kita sudah coba ajukan permohonan, bisa atau tidak pakai state credit, dan sudah dijawab kira-kira dua minggu lalu, memang tidak bisa,” ujar Ediwan.

Mengenai proses pembayarannya, Ediwan mengatakan bahwa masih harus melalui beberapa mekanisme yang cukup panjang.

“Masih ada beberapa mekanisme di Kementerian Keuangan, kita inginnya cepat, tapi juga perlu persetujuan DPR. Kalau saya ingin secepatnya agar barang-barang bisa produksi dan dikirim ke Indonesia pada waktunya,” papar Ediwan.

Hawk 209 dalam berbagai varian warna



Hawk 209 dalam berbagai varian warna

  Sebuah gambar kepala Panther hitam menempel garang di badan pesawat tempur Hawk 200.Mulutnya mengaum garang,berlatar belakang sebuah gambar kilat yang menyala tajam.

Warna abu-abu langit,juga semakin membuat kepala Panther ini hidup,dan siap menerjang. Angka 12 tersebut merupakan penanda burung besi mematikan buatan Inggris tersebut berangkat dari Skuadron Udara 12, Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Pekanbaru.Hampir di ujung moncong pesawat juga tertulis angka 09. Nomor ini merupakan tanda nomor pesawat di skuadron tersebut.

Burung besi ini nampak mengkilat,dengan motif loreng perpaduan abu-abu muda dan abu-abu tua.Tampangnya garang.Siap menerjang angkasa. Menembus langit biru nusantara.Menggeliat cerdik di antara awan-awan putih, menghunus pusaka menerjang setiap lawan yang mengancam. Warna loreng abu-abu ini baru saja selesai digarap oleh para putra terbaik TNI AU yang tergabung di dalam Satuan Pemeliharaan (Sathar) 32,Depo Pemeliharaan 30, Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh,Malang.

Bukan ahli dari Inggris, atau Amerika Serikat,yang membuat burung besi menjadi garang,segarang Panther. Putra-putra terbaik bangsa,yang bernaung di Sathar 32,mampu mandiri membuat Panther Skuadron Udara 12 mengaum di langit nusantara. Hanya berjarak beberapa langkah di depan Panther Skuadron Udara 12,tampak logo kepala Jonga atau Kijang, mulai sumringah.Jonga yang terpampang di badang Hawk 200 milik Skuadron Udara 1 Pontianak tersebut,juga akan menjalani masa-masa pergantian warna di Sathar 32.

Saat ini,Jonga lambang kelincahan, kecerdikan,dan kecepatan ini,masih menggunakan warna lama.Loreng hijau tua,dipadu hijau muda,dan cokelat,masih menempel lekat.Sebentar lagi,tangan tangan terampil putra-putra terbaik yang tergabung di Sathar 32,akan memanjakannya dengan warna baru,loreng abu-abu.“Warna loreng abuabu, menjadi warna kamuflase resmi para pesawat tempur TNI AU,”ujar Pembantu Letnan Dua (Pelda) Lagiono. Prajurit TNI AU,yang sudah mengabdikan diri sejak tahun 1986 tersebut,menjadi salah satu bintara senior di Sathar 32.Perannya,khusus dalam hal menangani pengecatan pesawat TNI AU.Banyak pesawat tempur sudah ditanganinya, termasuk pesawat tempur F-16.



Dari tangan telaten para prajurit tersebut,saat ini sudah ada delapan unit pesawat tempur jenis Hawk yang sudah berganti kamuflase loreng abu-abu.Lagiono menyebutkan, pesawat jenis Hawk yang sudah selesai dicat dan diperbaiki, ada di Skuadron Udara 1 sebanyak lima unit,dan di Skuadron Udara 12 sebanyak tiga unit.“Pengerjaannya dilakukan di Malang.Ada juga yang kami kerjakan di skuadronnya masing-masing,” ujarnya begitu ramah. Butuh sedikitnya 7-8 galon cat,atau sekitar 28-32 liter cat untuk mengecat satu unit pesawat. Pengerjaannya dilakukan selama 1-2 minggu.

Prosesnya dimulai dari pembersihan cat lama,perbaikan,kemudian pengecatan dengan cat baru. Kualitas hasil pengecatan, tidak bisa diremehkan.Karya anak negeri ini,sudah terbukti memiliki kualitas tinggi. Salah satu buktinya,pengecatan yang dilakukan terhadap pesawat tempur taktis F- 16,sudah berusia 10 tahun,namun belum menunjukkan kerusakan.“ Kualitas kami utamakan. Selain itu,kerja seni juga menjadi bagian dari pencetan pesawat ini.Hingga membuat pesawat tampil garang, menawan,dan memiliki kualitas bagus,”ujar Lagiono.

Bukan sekadar kamuflase warna di badannya saja yang diganti dan dibersihkan.Kemampuan avionik,dan listrik instrumen pesawat,juga turut dibenahi dan dijaga di Sathar 32.Alhasil,pesawat temput taktis ini tidak hanya garang di luar,namun kegarangan mesinnya layak diacungi jempol. Kepala unit avionik dan listrik instrumen (Aviolinst) Sathar 32,Letnan Satu (Lettu) Elektronik (Lek),Andhi Setyo menyatakan,setiap pesawat tempur yang masuk perawatan di Sathar 32,akan dicek kondisi keseluruhannya.

“Satu incipun tidak boleh luput dari pengecekan, karena kondisi pesawat yang prima akan sangat mendukung kegiatan operasi yang dijalankan,”tegasnya. Secara keseluruhan,ada tiga tahap yang harus dilaksanakan dalam pengecatan dan perbaikan pesawat tempur ini. Tahapan itu,menurut kontrol kualitas Sathar 32,Pembantu Letnan Satu (Peltu),Haryanto, antara lain tahap predock; in dock; dan post dock. Tahap pre dockmeliputi penerimaan pesawat dari skuadron yang mengoperasionalkan. Kemudian dilanjutkan dengan tes seluruh sistem pesawat, termasuk uji fungsi dan performance engine pesawat.



Tahap in dock,berupa pembongkaran, pemeriksaan,perbaikan, dan pengetesan.“Dalam tahap terakhir,atau post dock,akan dilakukan penimbangan, pengecekan terakhir, dan tes terbang,”terangnya. Pengalaman dan prestasi pengecatan pesawat,serta perbaikannya ini,sudah berjalan sangat lama.Menurut Komandan Depo Pemeliharaan 30 Lanud TNI AU Abdulrachman Saleh Malang,Kolonel Dento Priyono,pada tahun 2012 ini,jadwal pengecatan sangat padat. Setelah menyelesaikan pengecatan sebanyak enam pesawat F 16,dilanjutkan pengecatan delapan unit Hawk 100,dan Hawk 200.

“Selain itu,masih menyelesaikan pengecatan pesawat angkut Cassa A 2103,dan Cassa A 2017,”ujarnya. Setiap pengecatan,dan perbaikan pesawat ini,dilaksanakan oleh tim kecil yang beranggotakan 8-10 orang personel.Mereka terdiri dari satu orang perwira,anggota, dan kontrol kualitas.Depo Pemeliharan sendiri,membawahi tiga satuan yakni Sathar 31; Sathar 32; dan Sathar 33. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi bangsa ini.Setiap personel Sathar,memiliki ketelitian, kemampuan,dan jiwa seni untuk memperbaiki pesawat tempur.